1/18/2016

Resensi Film The Good Dinosaur (2015)


Setelah Inside Out, Pixar merilis film keduanya di tahun 2015, The Good Dinosaur. Jika Inside Out berhasil membuat saya menangis sekaligus terhibur karena kualitas film yang begitu tinggi, harapan yang sama muncul untuk The Good Dinosaur. Sebelum menonton, saya harap film ini bisa seperti Mamah Dedeh, menghibur sekaligus memberi makna. Saya juga menggantungkan ekspektasi tinggi kepada para dinosaurus. Semoga seluruh dinosaurus yang tampil adalah dinosaurus terbaik dan mampu mengalahkan pesona Mamah Dedeh.

Arlo (Raymond Ochoa), seekor dinosaurus kecil, kurus, dan penakut. Henry (Jeffrey Wright) ayah Arlo, berusaha untuk menjadikan anaknya lebih berani, salah satunya dengan mengajak Arlo mengejar makhluk pencuri makanan dari lumbung jagung bersama-sama. Ketika mengejar si pencuri, tiba-tiba badai besar datang dan menewaskan ayah Arlo. Setelah kepergian sang ayah, beban keluarga Arlo semakin berat. Tanpa sengaja, Arlo bertemu dengan makhluk pencuri yang ternyata seorang anak laki-laki bernama Spot (Jack Bright). Arlo kembali mengejar sang pencuri. Namun, Arlo malah tersesat dan tak tahu jalan pulang. Karena saat itu belum ada GPS atau aplikasi ojek online, Arlo panik. Dalam kepanikannya, Spot datang untuk membantu.

Seperti biasa, Pixar sebagai studio animasi terkenal selalu memproduksi film-film dengan animasi sangat indah. Trilogi Toy Story, dua seri Cars, hingga Inside Out adalah beberapa film artistik dari studio yang didirikan oleh Steve Jobs dan kawan-kawan ini. The Good Dinosaur masih mempertahankan sisi artistik khas Pixar. Bahkan film garapan Peter Sohn ini terlihat jauh lebih indah dan realistis dibanding pendahulu-pendahulunya. Aliran sungai, jatuhnya dedaunan, pohon-pohon menari, tiupan angin, rumput yang bergoyang, batu kerikil nge-rap, semak-semak nge-beatbox, hampir seluruh objek terlihat begitu nyata, kecuali keluarga Arlo yang memang dibuat tidak serealistis objek lainnya agar lebih bisa dinikmati. Penonton pasti akan terpukau dengan segala keindahan visual yang ditampilkan The Good Dinosaur.

Walau menarik lewat visualisasi objek, alur ceritanya masih cukup mudah diprediksi dan kurang pendalaman emosi. Karakter Arlo memang sukses manarik perhatian lewat ketakutan dan keraguan dalam dirinya, namun itu masih belum cukup menyentuh emosi penonton, kecuali jika penontonnya kaum alay yang hobi menangis ketika bertemu boyband atau solois tampan yang mereka idolakan, atau penonton ibu-ibu yang sering menangis ketika menonton film TV kelas rendah. Adegan ketika Arlo dan Spot menceritakan kehidupan masing-masing sebenarnya cukup menyentuh, namun masih perlu eksplorasi karakter yang lebih agar momen tersebut bisa masuk ke hati penonton. 

Alur yang mudah tertebak dapat menjadi masalah tersendiri bagi sebagian besar film. Meski begitu, alur film ini berhasil dieksekusi dengan baik. Kesedihan Arlo, keberanian Spot, hingga bertemunya mereka berdua dengan berbagai macam makhluk membuat penonton tidak bosan dengan alurnya. Saya yang sangat hobi tidur saja tidak mengantuk sama sekali dengan hiburan yang disajikan The Good Dinosaur. Salah satunya karena kopi hitam yang saya minum sebelum menonton. 

Secara keseluruhan, film ini memang bukan film luar biasa seperti Inside Out. Namun masih bisa dinikmati dan sangat menghibur. Apakah film ini sesuai harapan saya? Tidak. Film ini masih belum bisa mengalahkan Mamah Dedeh sebagai hiburan bermakna. Mungkin salah satunya karena ketiadaan Aa’ Abdel dalam film. Selain itu, film ini tidak islami seperi Mamah Dedeh. Semua dinosaurus tidak menutup aurat, Spot juga tidak berhijab. 


Share: 

0 komentar:

Posting Komentar