2/05/2016

Resensi Film Our Brand is Crisis (2015)


Sebelum saya memutuskan untuk menonton Our Brand is Crisis, saya menemukan dua hal unik dari film yang diproduseri oleh George Clooney dan Grant Heslov itu. Keunikan yang pertama adalah Sandra Bullock. Jarang-jarang Tante Sandra membintangi film bergenre politik satir. Saya menaruh harapan tinggi kepada Tante Sandra yang sudah berusia 51 tahun. Semoga di usianya yang matang setengah tua, Tante Sandra bisa memberikan performa termanis. Semanis senyuman Tante Sandra.

Hal unik yang kedua adalah kejadian nyata yang melatar belakangi pembuatan Our Brand is Crisis, yaitu pemilihan presiden Bolivia tahun 2002 dan kampanye para kandidat. Kampanye dari Gonzalo Sánchez de Lozada, mantan presiden Bolivia, menjadi bahasan utama Our Brand is Crisis versi dokumenter dan dibuat tokoh fiksinya dalam film berjudul sama yang akan saya review kali ini. Lozada (bukan nama situs jual-beli online) menyewa firma komunikasi politik sebagai konsultan kampanye. Greenberg Carville Shrum, nama firma tersebut, didirikan oleh Stan Greenberg, James Carville dan Bob Schrum. Stan Greenberg adalah konsultan politik pada kampanye Presiden Joko Widodo.

Berlatar di Bolivia, mantan presiden Pedro Castillo (Joaquim de Almeida) mencalonkan kembali dan menyewa tim konsultan komunikasi politik beranggotakan “Calamity” Jane Bodine (Sandra Bullock), Rich (Scoot McNairy), Ben (Anthony Mackie), Nell (Ann Dowd), dan LeBlanc (Zoe Kazan). Mereka berhadapan dengan rival yang selalu memimpin jajak pendapat di media massa, calon presiden Rivera (Louis Arcella) dan konsultan komunikasi politiknya, Pat Candy (Billy Bob Thornton). Segala cara dilakukan kedua pihak untuk mengalahkan satu sama lain. Tak jarang mereka meneror lawannya dengan kampanye-kampanye negatif dan kampanye hitam.


Film berjenis politik satir selalu membuat saya tergugah. Peristiwa-peristiwa politik dan semua aspeknya memang amat menarik untuk diangkat ke layar lebar. Our Brand is Crisis berusaha menjadi film satir dipenuhi kejenakaan. Dialog yang terlalu serius dan lelucon yang terucap dari mulut sebagian besar karakternya berada di momen yang kurang tepat dan membuat filmnya kurang satir. Obrolan antara Jane, Ben, dan LeBlanc yang harusnya lucu berubah menjadi dialog kosong tanpa pengaruh. Sepanjang film, saya hanya tertawa satu kali ketika Jane bermain-main dengan Eduardo, salah satu relawan pemenangan Castillo.

Pernahkah Anda makan nasi dua piring besar tanpa lauk atau sayuran? Anda pasti akan merasa hambar walau kenyang dan tidak lama kemudian terserang diabetes karena makan nasi terlalu banyak. Itulah yang saya rasakan selama 107 menit film berlangsung. Hampir tidak ada emosi yang dapat mengaduk-aduk perasaan penonton. Saya juga hampir terkena diabetes karena kurang berhasilnya komedi yang ditampilkan dalam film ini.


Untungnya saya tidak sampai terserang diabetes. Joaquim de Almeida dan Sandra Bullock menyelamatkan saya. Keduanya sukses mendalami peran masing-masing. De Almeida sebagai seorang politisi ambisius dan sedikit arogan meninggalkan kesan tersendiri bagi penonton. Sandra Bullock juga tampil menawan. Aktingnya sebagai konsultan nakal namun cerdas mengundang decak kagum. Sandra Bullock benar-benar tante idaman.


Sindiran-sindiran politik yang tersemat pada Our Brand is Crisis cukup relevan dengan kondisi politik di Indonesia. Jika Anda ingin tahu bagaimana seorang pengusaha mebel asal solo bisa menang pada pemilihan presiden tahun 2014, tontonlah film ini. Trik demi trik yang dilakukan oleh Jane Bodine dan kawan-kawan kurang lebih sama dengan yang dilakukan tim pemenangan sang presiden yang (katanya) membela rakyat itu.

Share: 

0 komentar:

Posting Komentar