12/16/2015

Resensi Master of None - Season 1 (2015)


Layanan streaming Netflix selama ini terkenal dengan serial-serial superhero-nya seperti Daredevil atau Jessica Jones. Namun, Netflix juga banyak memproduksi serial komedi seperti Unbreakable Kimmy Schmidt, Grace and Frankie, dan Master of None. Kali ini saya akan membahas nama terakhir yang membawa seorang Aziz Ansari, komika asal Amerika Serikat keturunan India, mendapat nominasi Goden Globe Awards dalam kategori aktor utama terbaik pada serial komedi.

Berkisah tentang kehidupan Dev (Aziz Ansari), seorang aktor yang sedang meniti karir setelah lebih dahulu terkenal dalam iklan yogurt. Dev berjuang mengatasi berbagai masalah kehidupan yang menghampirinya. Sama seperti artis NM dan PR yang diklaim dapat mengatasi masalah para pengusaha atau pejabat kaya yang sedang kekurangan kasih sayang dari perempuan. Hubungan percintaan, karir sebagai aktor, menentukan tempat makan, rasisme, hingga hubungan dengan orang tua adalah beberapa masalah yang harus diatasi Dev. Sama seperti saya dan Anda yang pasti memiliki masalah. Salah satu masalah terbesar saya adalah perut saya yang sering kurang bersahabat. Saya curiga, jangan-jangan sebenarnya perut saya bukanlah sebuah perut, melainkan seorang Setya Novanto yang bersembunyi dan menyamar sebagai perut agar dia bisa menggerogoti semua makanan yang saya makan. Sama seperti penggerogotannya ke tubuh DPR RI.

Sebelum menonton Master of None, saya sebelumnya sudah selesai membaca buku karya Aziz Ansari dan Eric Klinenberg, Modern Romance. Saya tidak membaca bukunya karena bukunya terlalu mahal buat seorang jomblo eknonomis (kere) seperti saya. Saya memilih untuk mengunduh buku elektroniknya dengan konsekuensi harus menunggu lama karena koneksi internet yang lambat dan harus menahan rasa sakit pada perut saya akibat terlalu banyak makan cilok dengan sambal sebanyak lima sendok semen.


Modern Romance memiliki keterkaitan yang kuat dengan Master of None. Saya mencatat, ada empat episode yang mirip dengan isi buku Modern Romance. Salah satunya adalah episode berjudul Old People yang membicarakan tentang kehidupan para lansia. Salah satunya adalah nenek dari kekasih Dev, Rachel (Noel Wells). Saya merasakan ikatan emosi yang kuat dalam episode tersebut. Salah satunya karena nenek saya yang cukup unik dan wajib dilestarikan. Bahkan kalau bisa nenek saya masuk ke dalam warisan-warisan dunia yang harus dilestarikan, sama seperti batik dan Candi Borobudur.

Master of None berhasil menggambarkan kehidupan dan permasalahan seorang laki-laki secara gamblang dan sangat realistis. Dev memang sering kali melakukan kegiatan-kegiatan absurd, namun absurditas itu dapat dimaklumi karena dalam dunia nyata, banyak orang seperti Dev. Termasuk diri saya. Salah satu kegiatan absurd yang paling saya ingat adalah ketika Dev dan sahabatnya, Arnold (Eric Wareheim) datang ke toko mainan dan memencet boneka dinosaurus dengan terus-menerus disertai ekspresi konyol. Jujur, saya juga sering melakukan kegiatan konyol seperti itu. Biasanya saya bermain ciluk-ba dengan boneka Hello Kitty milik adik saya.


Aziz Ansari sebagai pemeran utama sukses membuat penonton selalu memperhatikan segala ucapan dan tingkah lakunya. Tidak hanya itu, karakter Dev menjadi semakin kuat dengan ekspresi-ekspresi jenaka khas Aziz Ansari. Selain Aziz, kedua orangtua kandungnya, Shoukath dan Sharma Ansari yang berperan sebagai orang tua Dev cukup mencuri perhatian. Terutama sang ayah, Shoukath Ansari. Dialognya dengan Dev begitu mengena namun tetap menyenangkan. Bagi saya, Master of None adalah serial komedi terbaik yang pernah saya lihat. Jauh lebih baik dari serial komedi yang terjadi di ruang sidang MKD.

Share: 

0 komentar:

Posting Komentar