1/13/2016

Resensi Film Going Clear: Scientology and The Prison of Belief (2015)


Anda mungkin lebih dahulu mendengar tentang Scientology melalui aktor terkenal Hollywood seperti John Travolta dan Tom Cruise. Ketika Cruise bercerai dengan Katie Holmes, banyak kabar menyebutkan bahwa salah satu penyebab perceraian mereka adalah The Church of Scientology yang terlalu mengintervensi hidup Cruise, termasuk kehidupan keluarganya. Lantas, apakah sebenarnya Scientology itu? Menilik dari namanya, Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, Scientology adalah keilmu-pengetahuanan. Kira-kira begitu artinya. Berarti, jika berhubungan dengan ilmu pengetahuan, siapakah para penganutnya? Apakah para ilmuwan cerdas dengan rambut hampir punah dan kacamata super tebal setebal bedak cabe-cabean? Atau mungkin para peneliti benda-benda purbakala dengan gaya khas Indiana Jones dan jarang mandi? Going Clear: Scientology and The Prison of Belief mengupas semua tentang Scientology.

Dalam film karya sutradara Alex Gibney ini, terdapat banyak wawancara-wawancara dengan sejumlah mantan penganut Scientology. Beberapa di antaranya adalah sutradara kondang Paul Haggis dan Jason Beghe, aktor yang saya kenal lewat perannya sebagai Sersan Henry “Hank” Voight dalam serial Chicago P.D. Selain itu, ditunjukkan pula video-video dari arsip The Church of Scientology. Penonton juga diajak untuk mengenal lebih dalam sosok L. Ron Hubbard, pendiri Scientology. LRH-sapaan akrab Ron Hubbard-sebelumnya dikenal sebagai penulis karya fiksi ilmiah murah dan dibayar per kata. Tak jarang dia harus membanjiri mesin ketiknya dengan keringat berliter-liter karena kerasnya dia bekerja. Sama seperti saya yang berkeringat ketika menahan kentut dalam angkot penuh penumpang. Hingga suatu hari, menurut salah satu sumber, LRH memutuskan untuk menulis buku berjudul Dianetics dan membuat agama baru untuk mendapat keuntungan finansial.


Salah satu aspek yang paling disorot film hasil adaptasi dari buku karya Lawrence Wright ini adalah kekerasan yang dialami para penganut Scientology. Saya mengingat, salah satu kekerasan tersebut adalah hukuman membersihkan toilet ketika banyak orang berlalu-lalang memasuki toilet. Jujur, saya sangat miris mendengar hukuman itu. Saya saja setelah buang hajat merasa jijik ketika melihat hajat saya sendiri. Organisasi internasional Scientology juga sangat anti pajak sampai mereka harus menyatakan perang dengan IRS, lembaga perpajakan di Amerika Serikat. Saya sangat geli setelah mendengar tentang perang anti pajak itu. Jujur, saya termasuk orang yang tidak membayar pajak karena untuk diri sendiri saja saya tidak mampu mencukupi kebutuhan, apalagi membayar pajak.



Subjektifitas bisa menjadi suatu kekuatan jika penggunannya tepat. Alex Gibney termasuk salah satu sutradara yang menggunakan subjektifitas dengan sangat tepat. Jika Anda seorang pria single dalam jangka waktu cukup panjang (baca: jomblo akut), pasti banyak yang menilai kejombloan Anda dengan sangat subjektif. Sebagian orang akan mennggunjingkan kejombloan Anda dengan berbagai sudut pandang tidak objektif. Contohnya: “Si A itu cowok tapi lama banget ya, jadi jomblo. Jangan-jangan dia nggak suka cewek, tapi suka cowok.” “Eh, cewek yang tadi itu katanya jadi jomblo sejak bapaknya kelilit utang. Cuma cowok yang bisa bayar utang bapaknya aja yang bisa jadi pasangannya. Padahal dianya juga nggak cantik. Emang ada yang mau bayar utang buat dapet cewek nggak cantik?” “Cowok sebelah rumahku kemarin katanya ngadain syukuran, syukuran jomblo perak. Soalnya udah 25 tahun jomblo. Katanya sih, dia jomblo gara-gara kerjanya serabutan. Terus wajahnya juga tidak layak pakai. Makanya sampai jomblo perak.” Masih ada banyak gosip subjektif lainnya yang mendiskreditkan kaum jomblo.



Subjektifitas Alex Gibney kurang lebih sama dengan masalah jomblo di atas, tapi lebih kuat karena diiringi dengan berbagai data-data dan rekaman pengakuan mantan anggota Organisasi Internasional Scientology. Penyiksaan anggota, kegilaan L. Ron Hubbard, pengemplangan pajak, semuanya dibahas dengan subjektifitas maksimal dan membuat film ini semakin menarik. Sebagai film dokumenter, Going Clear dapat memberi pencerahan tentang Scientology. Di sisi lain, subjektifitas yang ditampilkan mampu memperkuat segala aspek dalam film tanpa harus memaksakan diri untuk menjadi objektif.


Share: 

0 komentar:

Posting Komentar