Anda mungkin lebih dahulu mendengar tentang Scientology
melalui aktor terkenal Hollywood seperti John Travolta dan Tom Cruise. Ketika
Cruise bercerai dengan Katie Holmes, banyak kabar menyebutkan bahwa salah satu
penyebab perceraian mereka adalah The Church
of Scientology yang terlalu mengintervensi hidup Cruise, termasuk kehidupan
keluarganya. Lantas, apakah sebenarnya Scientology itu? Menilik dari namanya, Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi,
Scientology adalah keilmu-pengetahuanan. Kira-kira begitu artinya. Berarti,
jika berhubungan dengan ilmu pengetahuan, siapakah para penganutnya? Apakah
para ilmuwan cerdas dengan rambut hampir punah dan kacamata super tebal setebal
bedak cabe-cabean? Atau mungkin para peneliti benda-benda purbakala dengan gaya
khas Indiana Jones dan jarang mandi? Going
Clear: Scientology and The Prison of Belief mengupas semua tentang Scientology.
Dalam film karya sutradara Alex Gibney ini, terdapat banyak
wawancara-wawancara dengan sejumlah mantan penganut Scientology. Beberapa di
antaranya adalah sutradara kondang Paul Haggis dan Jason Beghe, aktor yang saya
kenal lewat perannya sebagai Sersan Henry “Hank” Voight dalam serial Chicago P.D. Selain itu, ditunjukkan
pula video-video dari arsip The Church of
Scientology. Penonton juga diajak untuk mengenal lebih dalam sosok L. Ron
Hubbard, pendiri Scientology. LRH-sapaan akrab Ron Hubbard-sebelumnya dikenal
sebagai penulis karya fiksi ilmiah murah dan dibayar per kata. Tak jarang dia
harus membanjiri mesin ketiknya dengan keringat berliter-liter karena kerasnya
dia bekerja. Sama seperti saya yang berkeringat ketika menahan kentut dalam angkot
penuh penumpang. Hingga suatu hari, menurut salah satu sumber, LRH memutuskan
untuk menulis buku berjudul Dianetics
dan membuat agama baru untuk mendapat keuntungan finansial.
Salah satu aspek yang paling disorot film hasil adaptasi
dari buku karya Lawrence Wright ini adalah kekerasan yang dialami para penganut
Scientology. Saya mengingat, salah satu kekerasan tersebut adalah hukuman
membersihkan toilet ketika banyak orang berlalu-lalang memasuki toilet. Jujur,
saya sangat miris mendengar hukuman itu. Saya saja setelah buang hajat merasa
jijik ketika melihat hajat saya sendiri. Organisasi internasional Scientology
juga sangat anti pajak sampai mereka harus menyatakan perang dengan IRS,
lembaga perpajakan di Amerika Serikat. Saya sangat geli setelah mendengar
tentang perang anti pajak itu. Jujur, saya termasuk orang yang tidak membayar
pajak karena untuk diri sendiri saja saya tidak mampu mencukupi kebutuhan,
apalagi membayar pajak.
Subjektifitas bisa menjadi suatu kekuatan jika penggunannya
tepat. Alex Gibney termasuk salah satu sutradara yang menggunakan subjektifitas
dengan sangat tepat. Jika Anda seorang pria single
dalam jangka waktu cukup panjang (baca:
jomblo akut), pasti banyak yang menilai kejombloan Anda dengan sangat
subjektif. Sebagian orang akan mennggunjingkan kejombloan Anda dengan berbagai
sudut pandang tidak objektif. Contohnya: “Si A itu cowok tapi lama banget ya,
jadi jomblo. Jangan-jangan dia nggak suka cewek, tapi suka cowok.” “Eh, cewek
yang tadi itu katanya jadi jomblo sejak bapaknya kelilit utang. Cuma cowok yang
bisa bayar utang bapaknya aja yang bisa jadi pasangannya. Padahal dianya juga
nggak cantik. Emang ada yang mau bayar utang buat dapet cewek nggak cantik?” “Cowok
sebelah rumahku kemarin katanya ngadain syukuran, syukuran jomblo perak. Soalnya
udah 25 tahun jomblo. Katanya sih, dia jomblo gara-gara kerjanya serabutan.
Terus wajahnya juga tidak layak pakai. Makanya sampai jomblo perak.” Masih ada
banyak gosip subjektif lainnya yang mendiskreditkan kaum jomblo.
Subjektifitas Alex Gibney kurang lebih sama dengan masalah
jomblo di atas, tapi lebih kuat karena diiringi dengan berbagai data-data dan
rekaman pengakuan mantan anggota Organisasi Internasional Scientology.
Penyiksaan anggota, kegilaan L. Ron Hubbard, pengemplangan pajak, semuanya
dibahas dengan subjektifitas maksimal dan membuat film ini semakin menarik.
Sebagai film dokumenter, Going Clear
dapat memberi pencerahan tentang Scientology. Di sisi lain, subjektifitas yang
ditampilkan mampu memperkuat segala aspek dalam film tanpa harus memaksakan
diri untuk menjadi objektif.
0 komentar:
Posting Komentar