Di abad 21, gulat wanita sudah menjadi bagian yang lumrah di
dunia olahraga. World Wrestling Entertainment (WWE) salah satu penyelenggara
kompetisi gulat professional terbesar di dunia, memiliki puluhan pegulat wanita
yang aktif kontraknya hingga detik ini. Belum lagi penyelenggara kompetisi lain
seperti Global Force Wrestling (GFW) atau Ring of Honor (RoH). Pada medio
’80-an, muncul kompetisi gulat wanita professional pertama bernama GLOW (Gorgeous
Ladies of Wrestling). Itulah yang coba diangkat oleh duet sineas perempuan Liz
Flahive dan Carly Mensch. Duo kreator serial itu menampilkan 14 perempuan
pegulat yang terinspirasi dari kisah nyata GLOW. Ditayangkan oleh Netflix dan
dibintangi Alison Brie, GLOW bagi
saya adalah salah satu serial komedi terbaik Netflix.
Ruth Wilder (Alison Brie) sudah berkali-kali gagal dalam casting di berbagai film dan serial
televisi hingga suatu ketika, kesempatan datang kepadanya saat sutradara
eksentrik yang biasa memproduksi film berbujet kecil dan berkualitas rendah,
Sam Sylvia (Marc Maron), membutuhkan beberapa perempuan untuk berperan dalam
ajang gulat wanita pertama di televisi. Ruth bertemu banyak perempuan dengan
karakter yang berbeda satu sama lain. Seperti Sheila (Gayle Rankin) yang merasa
dirinya adalah serigala, Arthie Premkumar (Sunita Mani) seorang gadis keturunan
India yang sangat menyukai gulat, Carmen Wade (Britney Young), putri pegulat
legendaris yang sedang berkonflik dengan ayahnya akibat larangan menekuni
gulat, hingga Cherry Bang (Sydelle Noel), pemeran pengganti wanita yang berada
dalam kesulitan ekonomi. Ruth tanpa sengaja menarik sahabatnya yang juga mantan
bintang opera sabun, Debbie Eagan (Betty Gilpin) ke dalam pusaran dunia gulat
akibat masalah pribadinya dengan Debbie. Ruth berusaha menampilkan kemampuan
terbaiknya sebagai pegulat sembari berusaha mengakhiri pertengkarannya dengan
Debbie.
Tidak mudah mengumpulkan 14 perempuan tanpa kemampuan dasar
sebagai pegulat. Menempatkan mereka dalam peran pegulat professional memang
perkara yang rumit. Itu adalah salah satu kekuatan yang sukses ditonjolkan oleh
GLOW. Kebingungan yang terjadi karena
minimnya pengalaman, jadwal yang berantakan karena pegulat yang tidak siap,
hingga konflik antar pemeran tersaji dengan sangat menarik. GLOW bukanlah perang argumen lewat
twitter untuk pencitraan salah satu petinggi partai baru yang masih mahasiswi
itu. Bukan pula kegaduhan akibat menteri dalam negeri yang tidak becus
menangani persoalannnya. GLOW merupakan
gabungan komedi, drama, gulat dan kritik sosial yang berkolaborasi dengan
indah, seindah duet penyanyi perempuan yang kini tengah naik daun dalam tembang
Anganku Anganmu. Tengok saja adegan
ketika seluruh perempuan itu berkumpul
dan menonton berita televisi mengenai pembajakan pesawat oleh teroris
asal Lebanon. Sangat mewakili kondisi sosial masa kini yang memandang aksi
semacam itu sebagai bumbu kehidupan yang tidak terlalu menghebohkan. Isu
sensitif seperti aborsi juga ikut diangkat melalui karakter Ruth dan Sam yang
bertolak belakang namun saling melengkapi.
Memuji kehebatan GLOW dalam
mengemas jalan cerita terasa kurang lengkap jika tidak memuji akting para
pemerannya yang mampu menampilkan kemampuan terbaiknya. Betty Gilpin sangat
menjiwai perannya sebagai seorang ibu muda yang berjuang mengatasi masalah dengan
suaminya yang selingkuh . Marc Maron berhasil menghadirkan seniman gagal
pecandu kokain di masa tua yang ingin bangkit lewat jalur yang tidak pernah dia
minati. Sam memang pribadi yang menyusahkan, penuh sinisme dan kurang
menghargai orang lain, namun segala keburukan itu sanggup ditutupi oleh karisma
Maron sehingga tokohnya masih sanggup dicintai oleh penonton walau perilakunya
sangat mengganggu. Alison Brie juga cukup sukses menempatkan dirinya sebagai
aktris kurang beruntung yang sedang terjebak dalam krisis usia 30 tahun tanpa
pasangan dan nihil pekerjaan. Belum lagi para pemeran pendukung seperti Britney
Young yang mampu mencuri perhatian dan Kate Nash yang menampilkan karakternya
dengan apik sebagai perempuan inggris yang anggun.
Akting seluruh cast
GLOW jauh lebih baik dari akting remaja hasil pencitraan para pendukung
rezim ceroboh. Remaja yang terkenal karena tulisannya di Facebook itu terlihat
sangat memuakkan ekspresi wajahnya. Sampai-sampai saya butuh obat mag untuk
menahan rasa mual saya. Belum lagi kepemimpinan yang membunuh daya beli
masyarakat. Daya beli masyarakat kini lebih rendah dari nilai rata-rata rapor
Nobita di Doraemon. Juga tidak lebih
tinggi dari tinggi badan saya yang di bawah rata-rata. Saya bahkan termasuk
lelaki terpendek di antara pria-pria
pendek lainnya.