8/04/2016

Resensi The Night of - Episode 1


Setelah berakhirnya True Detective musim kedua, HBO belum memproduksi serial detektif kelam nan realistis hingga kemunculan The Night of, sebuah miniseri yang dibintangi oleh Riz Ahmed dan John Turturro. Steve Zaillian dan Richard Price bertindak sebagai produser eksekutif, penulis skenario, sekaligus showrunner. Zaillian juga menyutradarai miniseri tersebut bersama dengan James Marsh yang pernah menyutradarai The Theory of Everything. Hasil karya Zaillian sebelumnya juga tak kalah apik. Sineas kelahiran California itu pernah menulis skenario pada film Moneyball,The Girl with the Dragon Tattoo, dan Exodus: Gods and Kings. Jajaran kru yang cukup berkualitas dan promo yang menarik membuat The Night of wajib mendapat perhatian dan pantas untuk ditonton (jika Anda memiliki waktu dan saluran HBO di rumah, atau mengunduh ilegal seperti kebanyakan penyuka film seperti saya dengan kondisi keuangan yang sangat mepet, jauh lebih mepet dari tempat parkir sepeda motor di mal ketika menjelang lebaran).

Nasir Khan (Riz Ahmed) hidup dalam keluarga muslim Pakistan di New York. Sang ayah, Salman Khan (Peyman Moaadi) adalah sopir taksi yang harus berbagi pendapatan dengan dua rekannya. Sang ibu, Safar Khan (Poorna Jagannathan) adalah pedagang kain di pasar. Hidup Naz-sapaan akrab Nasir Khan- berubah ketika dia bertemu Andrea Cornish (Sofia Black D’Elia) perempuan yang masuk ke taksi yang saat itu dikemudikan oleh Naz. Sosok Andrea yang nakal namun cantik dan sangat menarik membuat Naz menyetujui permintaan Andrea untuk bermalam di rumahnya. Nahas, dini hari saat Naz bangun, Andrea sudah tidak bernyawa dengan banyak tusukan di tubuh. Naz pun harus berurusan dengan Detektif Dennis Box (Bill Camp), polisi yang menangani kasus tersebut.


Penampilan Riz Ahmed yang sebelumnya pernah bermain di film Nightcrawler sukses mencuri perhatian. Karakter Naz yang canggung dengan emosi yang tidak stabil sangat cocok diperankan oleh Ahmed. Kecanggungan Naz mengingatkan saya pada masa kecil saya. Dulu, saya adalah bocah canggung namun banyak omong. Kombinasi kedua sifat tersebut membuat saya terlihat bodoh. Luar biasa bodoh. Kalau diingat kembali, mungkin saya adalah versi nyata Harry dan Lloyd dalam Dumb and Dumber.


Kemunculan John Turturro yang hanya sesaat pada episode pertama sedikit mengurangi intensitas cerita, tapi cukup membantu membangun plot untuk episode selanjutnya. Gerak tubuh, cara bicara, dan gaya busana John Stone, nama tokoh yang diperankan oleh Turturro, memiliki ciri khas tersendiri. Terutama kakinya yang mengidap penyakit aneh sehingga kakinya terlihat seperti kaki orang yang tidur di kebun tanpa obat nyamuk dan autan. Gaya bicaranya juga mirip pria mabuk yang baru kehilangan pekerjaannya akibat direshuffle oleh presiden.

Share: 

0 komentar:

Posting Komentar